Skip to main content

RPI 2008



RPI atau Retreat Pekabaran Injil baru saja dilaksanakan di Fasilkom UI. Yang saya salut dari kepengurusan kali ini adalah semangat mereka dan perjuangan yang luar biasa. 60 orang peserta di antaranya adalah 22 dari 29 teman-teman 2008 Fasilkom mau mengikuti acara ini. LUAR BIASA! Mengingat kesulitan yang dialami oleh panitia yang luar biasa.

Luar biasa? Yup.

Mereka mendapatkan wisma ini ketika 1 bulan sebelum hari H. Lalu, 1 minggu sebelum hari H, mereka defisit >10an juta. Hehehe... panitia berdoa, berpuasa, dan mencari dana luar biasa kalang kabut. Tapi, Tuhan penuhkan. Sungguh pengalaman yang luar biasa dan gw salut, deh.

Lalu, ternyata ada permasalahan lagi yang mengganjal. Ada peraturan UI yang melarang membawa Maba untuk dibawa keluar kampus. Yup, akibat peraturan ini Kuksa Fasilkom batal mengadakan Weekend dan *hampir* saja RPI juga terancam batal. Sekali lagi, Tuhan sungguh bekerja luar biasa. Kendati harus dengan surat pernyataan dari masing2 Maba, acara RPI kali ini diikuti dengan antusias oleh semua yang terlibat.

Perjalanan dimulai dengan naik bus dari Kornel. Tetapi, karena busnya tidak muat, 9 orang dari kami naik kereta ke tempat tujuan. Cool! Gw jadi ngerasain jalan naek kereta bareng trus sepanjang jalan kita bercanda. Oh, ternyata serunya weekend Kuksa jalan kayak gini. Tentunya kami naek kereta Ekspres AC tujuan Bogor bukan kelas Ekonomi yang bisa "hands free". Dari Bogor, kami carter sebuah mobil angkutan ke tempat tujuan.

Wisma Pangestu, Cicurug, Sukabumi, adalah sebuah tempat dengan fasilitas lengkap dan menurut saya panitia sangat baik memilih tempat. Tempat yang luar biasa dengan fasilitas yang lengkap ada lapangan indoor futsal juga. Ibu pemiliknya ramah dan punya seekor anjing gede yang baik. Para petugasnya juga ramah dan enak diajak ngobrol. Good job, panitia!

Sesi I diisi dengan judul "Love Beyond Reason". Imho, pembicaranya tidak menguasai tema. Tema? Yup, ini sesi KKR, ajang buat orang bertobat, bukan ajang kupas Alkitab secara teologis. Seharusnya, pembicaranya lebih membumi dan mengajar dengan lebih humanis, apalagi tujuannya adalah teman-teman 2008. Some of his theological view I found myself disagree. Kalo gw dulu mungkin sudah menyeruak dengan pertanyaan dan argumentasi. But, hey, the stage is not mine.

Sehabis itu, sharing kamar dan gw langsung tidur. Di kamar itu ada sekitar 8 single bed yang berdempetan. Beruntung gak ada yang suka meluk2. Kamarnya nyaman dan bikin langsung tidur.

Paginya ada saat teduh. Hmm... konsep saat teduh biasanya bareng2, tapi di kamar gw sendiri-sendiri begitu. Yah, gw agak heranlah, tapi ini pertama kalinya gw saat teduh dari buku acara sendirian. Firmannya bagus dan mengena di hati. Secara, saat ini gw lagi getol sama teologi ketaatan pribadi.

Habis saat teduh, langsung ke lapangan bawah dan main futsal. Satu hal, tim gw itu tendangannya kencang-kencang dan jago menggocek. Tapi, sayangnya gak ada kerja sama tim. Kalah jadinya, apalagi tim lawan punya kiper hoki. :D

Sesi 2 "Close To You", menarik sekali untuk dibahas. Terus terang gw agak lupa sama isinya. Habis, ada SMS penting dari Jakarta sehingga gw kehilangan momen2 untuk menggali karena harus menelepon balik. Tapi menurut gw, sang pembicara cukup baik dalam membawakan tema ini. Gw aja masih nangkap pelajaran itu. Oh, iya, yang paling nancep di hati adalah ketika dia berbicara tentang daily devotional life (HPDT/Hubungan Pribadi Dengan Tuhan), menggelitik nurani gw untuk teratur saat teduh. Yah, doakanlah.

Outbond sangat seru dan panitia sangat kreatif. Sayangnya, pengaturan waktunya kurang sehingga tidak semua tim dapat menyelesaikan semuanya. Tim gw cuma menyelesaikan 4 dari 5 tantangan. Yah, itu juga sangat menyenangkan. Salut buat panitia yang bikin acara. Tapi, gw merasa didiskriminasi pada pos 3. Kenapa soalnya spanning tree? Itu, kan, ud jelas-jelas SARIP. Kalau mau, soalnya tentang dynamic programming. Lho, kok sama? :D

Satu hal yang gw sangat sesalkan adalah ketidakhadiran banyak alumni. Lebih tepatnya, cuma gw dari hari I sampe hari ke-3. Parah benerlah! Secara, gw di-buzz buat ikut RPI, tapi yang nge-buzz malah gak dateng atau dateng hari ke-3. Tapi, gw sungguh diberkati sama RPI kali ini dan secara pribadi gw sungguh dikuatkan oleh RPI kali ini.

Tapi tetep aja, gw gak pengen sendirian. Secara, gw sendirian paling gak muda di sana dan gw jadi serba salah. Salah satu momok bagi gw adalah ketika PA/Bible Study. Gw ngeri kalo ada gw malah jadi runyam. Malah, bisa-bisa pembawa PA-nya sungkan sama gw. Whuaaa... tak tahukah kamu, aku juga pengen belajar dan mau terbuka terhadap pengajaran? :(( :P

Gw diam sajalah. Itu pikiran gw. Tapi, Bible study-nya dipimpin oleh Ulil dari FIK dan dia baru pertama kali menjadi PPA. Ironisnya, kelompok PA yang dia pimpin itu terdiri atas 1 Maba dan senior-senior. Wakakaka... poor her. Well, PA-nya berjalan dengan lancar, sih. Bahkan, masing-masing dari kami mengeluarkan pikiran. Wah, senangnya gw. PA dengan anggota Desy (?Desi) 2008, Suvi 2005, Oscar 2005 (?), gw 2002, dan yang dipimpin oleh Ulil 2006 berjalan saling menguatkan. Yah, setidaknya itu, sih, yang gw rasakan.

Yang gw suka dari teman-teman PO, baik dari teman-teman di 2008 sampe 2004+, adalah keterbukaannya untuk menjadi gila. Apalagi, temen-temen dari kelompok gw. Bukan hanya gila, tetapi masing-mengeluarkan ide mereka sendiri-sendiri dan menyatu menjadi sebuah acara yang bagus.

Oh, kelompok yang lain juga bagus-bagus mengeluarkan kemampuan akting mereka. Sempet kuatir kalah juga, sih. Apalagi, mereka mengeluarkan jurus-jurus yang baik. Sayangnya, mereka tidak akan bisa mengalahkan kekompakan tim gw khu.. khu..khu....

Sesi 4 "Served to serve" dibawakan oleh Kak Lina yang datang bersama Anton. Sesi ini juga sekaligus kebaktian hari minggu. Kak Lina sempet cemas karena sebagian orang belum mandi dan waktu sudah menunjukkan sudah hampir mau waktunya ibadah. Gw ditemenin disuruh mandi di bagian lain wisma. Hahaha... emang gw paling bisa nyusahin orang. Tapi isu ketepatan waktu oleh Kak Lina memang perlu kita renungkan bersama.

Oh, iya, sesi ke-4 ini berbicara tentang... Ah gw mules nih... ntar aja deh lanjutin ceritanya. Intinya, RPI 2008 kali ini adalah retreat yang seru. Kudos buat para panitia dan pengurus Fasilkom. Bye....

Comments

Popular posts from this blog

STAN vs. UI

Ugh, kasihan banget adek gue. Saking kepinteran dia jadi dapet Akuntansi UI dan STAN. Jadi bingung mau masuk yang mana. Beberapa orang (termasuk orang tua gue), menyarankan masuk STAN. Gue malah memperburuk suasana dengan membela memasuki Akuntansi UI, maklum bela almamater. Duh, gue jadi merasa bersalah bikin dia ragu-ragu. Kira-kira enakan masuk mana, yah? Gue juga gak tahu keuntungan masing-masing. Hasil debat sementara: ~ Untuk jangka panjang masuk UI, untuk jangka pendek STAN. ~~Tapi, dia itu kan cewek, ntar pas menikah kemungkinan besar karir terhambat. Eits, ntar, dulu, sekarang kan jamannya emansipasi, bisa aja cowoknya yang jadi BRT. ~ STAN sarang korupsi, kalo masuk STAN jadi pegawai negeri. Kalo mau kaya harus korupsi. Tapi kalo masuk UI, lulus masuk jadi akuntan publik. Sekarang ini, orang membayar akuntan publik untuk memanipulasi nilai pajak dan aset. *SIGH*. Jadi gak ada yang beres ~ dll. Yah, udah gue jadi bingung, apa lagi dia nanya saran gue. Buah, gue gak pengalaman ...

I Hate Marvel Civil War Storyline In Comic

See this snippets from The Amazing Spiderman: [1] http://scans-daily.dreamwidth.org/4625006.html The snippets on [1] made it clear: Stan Lee made Spidey have a strong believe in Privacy. The comic strips show how Spidey even have to face charges because of his anonymity. The accuser even made many accusation to other entities for political attacks. A fan-art/art I've found in the 90's illustrated Spiderman standing in front of Peter Parker tomb. I don't know if that was originally from comic book or fan-made, 90's are a long time ago. That art mesmerized me and introduced me to the importance of privacy. In late nineties, I was joined to a program hold by an NGO. So, at that time I know how crucial a privacy was (and still is) to humanity. I'm not exaggerating! Humanity would fall to big financial organizations if people could not voice their fears in anonymity. Whistleblowers around the world would not dare to come up. We would not see any suppression ge...