Gw baru tahu kalo Depkominfo melakukan somasi terhadap Republik Mimpi. Tadi malam pas gw nonton, gw terkejut. Kok, banyak banget yang datang tadi malam (Minggu, 4 Maret 2007). Aih, ternyata satu-satunya tayangan non-berita yang bermutu ini sedang melancarkan dukungan terhadap acara ini.
Gw nonton episode minggu kemaren pas si Menteri Rakyat Miskin (cmiiw) menyindir tentang BLBI minggu kemarin. Ah, masak begitu aja tersinggung pemerintah? Tapi, sejak kemunculan Suharta, Kerajaan Mimpi (A.K. Republik Mimpi) memang gw rasa makin dihalangi. Hehehe... takut dibecandain kali, yah.
Terus terang, gw pendukung Gusdur dan kalo misalnya Gusdur gak dijegal pas kemaren pemilu, gw pasti memberikan suara ke dia. Terus terang, acara ini yang justru membuat gw simpati dengan SBY dan JK. Apalagi mereka membuktikan diri kalo mereka mau disentil. Tapi, gara2 somasi ini, gw jadi gak simpatik lagi sama pemerintahan ini.
Gw tahu kalo gak dilakukan tebang pilih, maka akan banyak dana di Indonesia yang lari ke Singapura atau negara lain seperti sewaktu awal reformasi. Itu sebabnya pemerintah melakukan tebang pilih. Karena, orang2 yang punya duit itu punya kuasa untuk menggerakkan orang2 untuk melakukan kerusuhan dengan modal per orang Rp. 20.000,00, just like that bloody May. Gak bego-bego amat, kok, gw buat tahu bahwa pemerintah Indonesia di bawah ancaman para bekingan pengemplang BLBI sehingga pemerintah dalam posisi meminta bukan mengambil.
Acara seperti Republik Mimpi-lah yang memberikan nasionalisme yang benar kepada rakyat banyak. Tahun 1945 s.d. 1949 membuktikan hal itu! Ketika itu rakyat memberikan dukungan kepada pemerintahan Indonesia yang notabene cuman bermodalkan kain sotoh dan omongan mimpi Bung Karno. Tapi, rakyat menyukainya. Aceh memberikan modal untuk pesawat pertama Indonesia. Arek Suroboyo memberikan putra-putrinya untuk menyatakan kepada U.N. bahwa Inlander telah memiliki tanahnya sendiri.
Memang, perlindungan kepada mereka yang memiliki modal itu perlu, terlepas apakah mereka mendapatkannya dari cara yang tidak halal. Akan tetapi, perlindungan terhadap pemain lama KKN itu menghadirkan masalah baru, yakni munculnya pemain-pemain baru. Parahnya, kini pemain2 itu tidak lagi terkendali seperti di masa lalu (pasca pemerintahan Presiden Soeharto).
Ah udah deh.. ntar gw maki2 Depk*m****. Gak semua dari departemen itu yang jahat. Mereka cuma perlu disekolahin aja supaya ngerti baca tulis sehingga mereka tidak terlalu bodoh untuk dapat menggunakan produk berbasis perangkat lunak terbuka.
Lagian, tapi bisa apa gw? Gw ini cuman orang miskin. Bisa sekolah juga karena didanai oleh orang tua. Gw emang baru cuma bisa mimpi.
Gw nonton episode minggu kemaren pas si Menteri Rakyat Miskin (cmiiw) menyindir tentang BLBI minggu kemarin. Ah, masak begitu aja tersinggung pemerintah? Tapi, sejak kemunculan Suharta, Kerajaan Mimpi (A.K. Republik Mimpi) memang gw rasa makin dihalangi. Hehehe... takut dibecandain kali, yah.
Terus terang, gw pendukung Gusdur dan kalo misalnya Gusdur gak dijegal pas kemaren pemilu, gw pasti memberikan suara ke dia. Terus terang, acara ini yang justru membuat gw simpati dengan SBY dan JK. Apalagi mereka membuktikan diri kalo mereka mau disentil. Tapi, gara2 somasi ini, gw jadi gak simpatik lagi sama pemerintahan ini.
Gw tahu kalo gak dilakukan tebang pilih, maka akan banyak dana di Indonesia yang lari ke Singapura atau negara lain seperti sewaktu awal reformasi. Itu sebabnya pemerintah melakukan tebang pilih. Karena, orang2 yang punya duit itu punya kuasa untuk menggerakkan orang2 untuk melakukan kerusuhan dengan modal per orang Rp. 20.000,00, just like that bloody May. Gak bego-bego amat, kok, gw buat tahu bahwa pemerintah Indonesia di bawah ancaman para bekingan pengemplang BLBI sehingga pemerintah dalam posisi meminta bukan mengambil.
Acara seperti Republik Mimpi-lah yang memberikan nasionalisme yang benar kepada rakyat banyak. Tahun 1945 s.d. 1949 membuktikan hal itu! Ketika itu rakyat memberikan dukungan kepada pemerintahan Indonesia yang notabene cuman bermodalkan kain sotoh dan omongan mimpi Bung Karno. Tapi, rakyat menyukainya. Aceh memberikan modal untuk pesawat pertama Indonesia. Arek Suroboyo memberikan putra-putrinya untuk menyatakan kepada U.N. bahwa Inlander telah memiliki tanahnya sendiri.
Memang, perlindungan kepada mereka yang memiliki modal itu perlu, terlepas apakah mereka mendapatkannya dari cara yang tidak halal. Akan tetapi, perlindungan terhadap pemain lama KKN itu menghadirkan masalah baru, yakni munculnya pemain-pemain baru. Parahnya, kini pemain2 itu tidak lagi terkendali seperti di masa lalu (pasca pemerintahan Presiden Soeharto).
Ah udah deh.. ntar gw maki2 Depk*m****. Gak semua dari departemen itu yang jahat. Mereka cuma perlu disekolahin aja supaya ngerti baca tulis sehingga mereka tidak terlalu bodoh untuk dapat menggunakan produk berbasis perangkat lunak terbuka.
Lagian, tapi bisa apa gw? Gw ini cuman orang miskin. Bisa sekolah juga karena didanai oleh orang tua. Gw emang baru cuma bisa mimpi.
Awas Pe, ntar ada orang DepKomninfo baca blog ini, trus lo kena somasi juga :p
ReplyDeleteAh, temen gw ini... :P
ReplyDelete