http://yahyakurniawan.net/linux/5-kesalahan-pengguna-linux-terhadap-newbie/
memberikan 5 buah alasan mengapa GNU/Linux tidak populer di Indonesia. Hal yang perlu saya kritisi adalah mengenai cara Beliau mengulasnya. Berikut adalah apologetik saya mengapa GNU/Linux tidak populer.
#1 Karena sering menjelekkan produk Windows.
Ini adalah hal yang sering terjadi dan lumrah dipersaingan produk, seperti Pepsi Cola vs. Coca Cola. Lagipula, kebanyakan pengguna GNU/Linux adalah seorang advokat. Jika Anda melihat forum-forum di luar negeri termasuk forum Ubuntu, alasan perpindahan dari Windows ke GNU/Linux adalah sebagai berikut:
Ini lebih kepada lemahnya kesadaran hukum di Indonesia. Kalau tentang ini tidak ada yang bisa dilakukan selain bertanya perlukah penegakan hukum di Indonesia. Ini masalah hati nurani.
#3 Perang Distro
Dalam hal ini memang benar hal tersebut menjadi sebuah momok, tetapi hal inilah yang menjadikan GNU/Linux penuh dengan pilihan dan di sinilah peran dari orang-orang sekeliling.
#4 Instalasi yang Sulit
Sekali lagi, ini berbicara tentang ketersediaan software. Kalau mau seimbang, dengan syarat penegakan hukum alias tanpa pembajakan, software asli yang dapat dibeli di Indonesia itu SUSAH didapatkan. Saya bertanya sama Anda, di mana Anda bisa mendapatkan sebuah program AutoCAD asli di Indonesia. Atau, di manakah Anda dapat mendapatkan sebuah aplikasi Adobe CS 3 yang asli?
Kalau sudah dalam posisi adil seperti itu, maka dapat dilakukan pembandingan. Untuk mendapatkan sebuah Adobe CS3, maka seseorang harus mencari reseller di Indonesia, paling banter bakal ketemunya di Singapura lalu melakukan pemesanan melalui telepon dan melakukan prosedur transfer uang dengan kartu kredit. Sedangkan untuk GNU/Linux, Anda harus mencari koneksi Internet atau memesan ke toko online seperti Baliwae atau Juragan Kambing.
#5 Galak terhadap Newbie.
Kalau ini adalah 5/6 tahun yang lalu, perkataan ini adalah valid, sebab dahulu GNU/Linux itu memang berkembang di area Akademik dan antusias teknolog (technology enthusiast) . Hal ini juga sangat berlaku untuk distro Debian mengingat sistem Debian itu memiliki dokumentasi yang menyeluruh untuk setiap paket yang dikelola.
Hal ini menjadi tidak valid lagi dengan bermunculannya distro berbasis komunitas seperti Ubuntu dan Fedora. Bahkan, Ubuntu menyediakan sebuah forum yang melarang bashing terhadap pengguna baru.
Jadi, kalau mau lebih jujur, apakah yang selama ini menghambat GNU/Linux berkembang di Indonesia:
~tungguAjaSampePasarBebasBaruMampusGakBisaBersaing
~untukSementaraNikmatiAjaDuluKebebasanSemuIni.
memberikan 5 buah alasan mengapa GNU/Linux tidak populer di Indonesia. Hal yang perlu saya kritisi adalah mengenai cara Beliau mengulasnya. Berikut adalah apologetik saya mengapa GNU/Linux tidak populer.
#1 Karena sering menjelekkan produk Windows.
Ini adalah hal yang sering terjadi dan lumrah dipersaingan produk, seperti Pepsi Cola vs. Coca Cola. Lagipula, kebanyakan pengguna GNU/Linux adalah seorang advokat. Jika Anda melihat forum-forum di luar negeri termasuk forum Ubuntu, alasan perpindahan dari Windows ke GNU/Linux adalah sebagai berikut:
- Seorang mahasiswa dan GNU/Linux menawarkan fleksibilitas serta komunitas di kampusnya.
- Seorang yang sudah bosan dengan virus yang banyak.
- Seorang yang diberitahu oleh teman dan mencoba.
Ini lebih kepada lemahnya kesadaran hukum di Indonesia. Kalau tentang ini tidak ada yang bisa dilakukan selain bertanya perlukah penegakan hukum di Indonesia. Ini masalah hati nurani.
#3 Perang Distro
Dalam hal ini memang benar hal tersebut menjadi sebuah momok, tetapi hal inilah yang menjadikan GNU/Linux penuh dengan pilihan dan di sinilah peran dari orang-orang sekeliling.
#4 Instalasi yang Sulit
Sekali lagi, ini berbicara tentang ketersediaan software. Kalau mau seimbang, dengan syarat penegakan hukum alias tanpa pembajakan, software asli yang dapat dibeli di Indonesia itu SUSAH didapatkan. Saya bertanya sama Anda, di mana Anda bisa mendapatkan sebuah program AutoCAD asli di Indonesia. Atau, di manakah Anda dapat mendapatkan sebuah aplikasi Adobe CS 3 yang asli?
Kalau sudah dalam posisi adil seperti itu, maka dapat dilakukan pembandingan. Untuk mendapatkan sebuah Adobe CS3, maka seseorang harus mencari reseller di Indonesia, paling banter bakal ketemunya di Singapura lalu melakukan pemesanan melalui telepon dan melakukan prosedur transfer uang dengan kartu kredit. Sedangkan untuk GNU/Linux, Anda harus mencari koneksi Internet atau memesan ke toko online seperti Baliwae atau Juragan Kambing.
#5 Galak terhadap Newbie.
Kalau ini adalah 5/6 tahun yang lalu, perkataan ini adalah valid, sebab dahulu GNU/Linux itu memang berkembang di area Akademik dan antusias teknolog (technology enthusiast) . Hal ini juga sangat berlaku untuk distro Debian mengingat sistem Debian itu memiliki dokumentasi yang menyeluruh untuk setiap paket yang dikelola.
Hal ini menjadi tidak valid lagi dengan bermunculannya distro berbasis komunitas seperti Ubuntu dan Fedora. Bahkan, Ubuntu menyediakan sebuah forum yang melarang bashing terhadap pengguna baru.
Jadi, kalau mau lebih jujur, apakah yang selama ini menghambat GNU/Linux berkembang di Indonesia:
- Penegakan hukum yang lemah di Indonesia sehingga memudahkan akses terhadap produk-produk ilegal dan mematikan riset-riset di Indonesia.
- Praktisi ICT yang sering mengampanyekan anti GNU/Linux, yakni dengan menolak mencoba dan bahkan mencap GNU/Linux sebagai piranti yang sulit sehingga menakut-nakuti orang awam untuk bertanya maupun mencoba.
~tungguAjaSampePasarBebasBaruMampusGakBisaBersaing
~untukSementaraNikmatiAjaDuluKebebasanSemuIni.
Mengapa GNU/Linux kurang populer ? Karena game kerennya dikit.
ReplyDeleteMasa mengandalkan wine terus ?? :p
"...Anda harus mencari koneksi Internet atau memesan ke toko online seperti Baliwae atau Juragan Kambing..."
ReplyDeleteTEEEET! IKLAN DETECTED!