Mengapa RUU yang telah:
masih ingin disahkan?
Definisi sesat dan maksiat adalah definisi yang relatif. Bagi saya sebagai seorang Kristen, orang-orang non Kristen adalah sesat. Demikian pula pandangan orang beragama lain terhadap saya. Tidak ada kebenaran yang absolut kecuali kebenaran dalam pikiran. Itulah sebabnya, sebagai seorang Nasionalis, saya menganggap semua WNI sebagai saudara sebangsa dan setanah air walau pun berbeda SARA.
Pandangan yang salah adalah mengenai definisi mayoritas. Tidak pernah suatu agama menjadi mayoritas di dunia ini. Mengapa? Sebagai contoh, orang-orang Jawa menganut agama Kejawen, walaupun dalam KTP tertulis agama mayoritas. Orang-orang Jakarta dan beberapa kota besar menganut agama Agnostik, bahkan sebagian cenderung Atheis. Orang-orang Batak menganut agama HKBP. Demikian berlaku hal yang lain. Hal ini juga diperparah dengan kebohongan yang dilakukan oleh badan sensus nasional dalam menentukan demografi rakyat Indonesia, bisa dilihat dari bocor dan salah sasarannya bantuan Raskin.
Oleh karena tidak adanya masyarakat homogen, maka definisi mayoritas di sini adalah berdasarkan siapa yang memegang kekuasaan. Dengan kata lain, RUU ini mengundang lahirnya pola pemerintahan kediktatoran (Dictatorship).
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah bentuk pemerintahan tersebut menjadi bentuk pemerintahan NKRI?
Saya tidak mengerti sejauh mana pola pikir orang-orang di Senayan yang berusaha untuk memecah belah bangsa. Kesombongan dari orang-orang yang menyatakan bahwa dengan RUU ini kita bisa membudayakan masyarakat yang tanpa pakaian jelas terlihat di sini.
Apakah budaya kontemporer lebih maju dari budaya Kubu? Apakah budaya kontemporer lebih maju dari masyarakat Dani?
Dalam hal apakah budaya kita lebih maju? Kebudayaan kita telah merusak alam! Kebudayaan kita menciptakan orang-orang yang haus kekuasaan dan rela melakukan apa pun demi uang. Kebudayaan kita telah menciptakan orang-orang yang ambisius dan istilah minoritas dan mayoritas.
Dalam hal apakah kebudayaan kita lebih maju dari mereka yang hidup bersahabat dengan alam? Dalam apakah kebudayaan kita lebih maju dari mereka yang hidup damai dengan sesama? Bukankah hal ini yang dinamakan dengan imperialisme? Menghancurkan budaya orang lain dan menaruh keseragaman?
Apakah saya paranoid dengan mengatakan bahwa inilah kehancuran Indonesia? Ada dasar yang membuat Negara Kesatuan Indonesia, dan dasar-dasar itu satu persatu semakin hancur.
Ada hal lain yang JAUH lebih penting untuk disahkan, misalnya RUU Pembuktian Terbalik. Ada hal lain yang SEHARUSNYA dikerjakan, misalnya memperbaiki mutu pendidikan Indonesia dan membuat sekolah-sekolah negeri yang UNGGULAN menjadi bisa dimasuki oleh orang-orang tak mampu. Ada hal lain yang HARUS dipikirkan, misalnya penegakan hukum di Indonesia.
Masih adakah yang peduli dengan nasib bangsa ini?
~MasukanKaliIniSengajaMemakaiBahasaIndonesia
~MasukanIniKutujukanUntukBangsakuTercinta
menyalahi Prosedur, karena telah melanggar UU No 10/2004 tentang Tata Cara Pembentukan Undang-undang;
bertentangan dengan hukum lain yang sederajat maupun yang lebih tinggi, misalnya UUD 1945 pasal 32;-
bertabrakan/terduplikasi dengan UU lain yang telah ada, karena ada fungsi-fungsi yang sebenarnya sudah ada di UU yang lain, misalnya Badan Sensor Nasional vs Badan Anti Pornografi & Pornoaksi;
masih ingin disahkan?
Definisi sesat dan maksiat adalah definisi yang relatif. Bagi saya sebagai seorang Kristen, orang-orang non Kristen adalah sesat. Demikian pula pandangan orang beragama lain terhadap saya. Tidak ada kebenaran yang absolut kecuali kebenaran dalam pikiran. Itulah sebabnya, sebagai seorang Nasionalis, saya menganggap semua WNI sebagai saudara sebangsa dan setanah air walau pun berbeda SARA.
Pandangan yang salah adalah mengenai definisi mayoritas. Tidak pernah suatu agama menjadi mayoritas di dunia ini. Mengapa? Sebagai contoh, orang-orang Jawa menganut agama Kejawen, walaupun dalam KTP tertulis agama mayoritas. Orang-orang Jakarta dan beberapa kota besar menganut agama Agnostik, bahkan sebagian cenderung Atheis. Orang-orang Batak menganut agama HKBP. Demikian berlaku hal yang lain. Hal ini juga diperparah dengan kebohongan yang dilakukan oleh badan sensus nasional dalam menentukan demografi rakyat Indonesia, bisa dilihat dari bocor dan salah sasarannya bantuan Raskin.
Oleh karena tidak adanya masyarakat homogen, maka definisi mayoritas di sini adalah berdasarkan siapa yang memegang kekuasaan. Dengan kata lain, RUU ini mengundang lahirnya pola pemerintahan kediktatoran (Dictatorship).
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah bentuk pemerintahan tersebut menjadi bentuk pemerintahan NKRI?
Saya tidak mengerti sejauh mana pola pikir orang-orang di Senayan yang berusaha untuk memecah belah bangsa. Kesombongan dari orang-orang yang menyatakan bahwa dengan RUU ini kita bisa membudayakan masyarakat yang tanpa pakaian jelas terlihat di sini.
Apakah budaya kontemporer lebih maju dari budaya Kubu? Apakah budaya kontemporer lebih maju dari masyarakat Dani?
Dalam hal apakah budaya kita lebih maju? Kebudayaan kita telah merusak alam! Kebudayaan kita menciptakan orang-orang yang haus kekuasaan dan rela melakukan apa pun demi uang. Kebudayaan kita telah menciptakan orang-orang yang ambisius dan istilah minoritas dan mayoritas.
Dalam hal apakah kebudayaan kita lebih maju dari mereka yang hidup bersahabat dengan alam? Dalam apakah kebudayaan kita lebih maju dari mereka yang hidup damai dengan sesama? Bukankah hal ini yang dinamakan dengan imperialisme? Menghancurkan budaya orang lain dan menaruh keseragaman?
Apakah saya paranoid dengan mengatakan bahwa inilah kehancuran Indonesia? Ada dasar yang membuat Negara Kesatuan Indonesia, dan dasar-dasar itu satu persatu semakin hancur.
- Sumpah Pemuda. Masih relevankah? Saat ini sudah hampir tidak ada yang berusaha menjunjung tinggi bahasa Indonesia. Lalu dengan RUU ini, masih relevankah bertumpah darah satu sedang orang yang memiliki budaya lain dianggap sebagai kriminal?
- Pancasila. Masih relevankah? Hukum ini ditoreh di dada seekor Garuda Emas yang membawa pita Bhinekka Tunggal Ika. RUU APP ini jelas tidak mengindahkan hal tersebut.
- UUD 1945. Masih relevankah? Sudah jelas bahwa RUU APP bertentangan dengan privasi dan kebebasan individu yang diatur oleh UUD 1945.
Ada hal lain yang JAUH lebih penting untuk disahkan, misalnya RUU Pembuktian Terbalik. Ada hal lain yang SEHARUSNYA dikerjakan, misalnya memperbaiki mutu pendidikan Indonesia dan membuat sekolah-sekolah negeri yang UNGGULAN menjadi bisa dimasuki oleh orang-orang tak mampu. Ada hal lain yang HARUS dipikirkan, misalnya penegakan hukum di Indonesia.
Masih adakah yang peduli dengan nasib bangsa ini?
~MasukanKaliIniSengajaMemakaiBahasaIndonesia
~MasukanIniKutujukanUntukBangsakuTercinta
job desknya Badan Sensor Nasional apa ya?
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeletetentang kejawen:
ReplyDeletehttp://cacianqalbukunderemp.blogspot.com/2006/06/islam-ktp.html
@zidni:
ReplyDeletehttp://jiwamerdeka.blogspot.com/2006/03/rejection-by-few.html
Tuh, ada beberapa Badan Sensor Nasional. Semuanya sudah ada payung hukumnya.
Bangsa Indonesia akan jaya apabila taat kepada ALLAH, mari taat kepada ALLAH mulai dari diri kita masing masing.
ReplyDeleteKalau penduduk suatu negeri taat kepada ALLAH, sekali pun Firaun yang jadi pemimpinnya, tidak akan ada kebathilan, dan Firaun pun Insya ALLAH akan menjadi taat kepada ALLAH.