Teruntuk Para Manusia Yang Mulia

Terinspirasi oleh blog Narpati (a.k.a. Kunderemp Nardjito).

Anda mungkin sudah terbujur kaku di makam yang hanya segelintir orang tahu.Bersama dengan puluhan, ratusan, ribuan, bahkan mungkin berlaksa jasad tak bernama yang keberadaannya tidak lagi diketahui. Namun, apakah Anda tersenyum di atas sana? Apakah Anda dan mereka yang mulia lainnya senantiasa melihat?

Apakah Anda puas, wahai belulang tak bernama?
Apakah Anda puas ketika dengan bambu runcing Anda rela menghadapi senapan otomatis?
Apakah Anda puas terbujur kaku tanpa ada penerus genetis?
Apakah Anda puas ketika Anda mati sambil melihat anggota badan berserakan?

Mereka bilang generasi patriotik telah lama mati di tangan revolver dan hanya tinggal generasi yang tak tahu terima kasih. Mereka bilang, Indonesia sudah tidak relevan lagi. Bahasa tak lagi dijunjung, Sang Saka tak lagi berkibar dengan megah dipenuhi kebanggaan oleh orang-orang di dalam naunganny, dan si Ibu buta telah diakali neracanya.

Mereka bilang tongkat estafet itu telah lama terjatuh.Pendidikan sudah menjadi industri. Perfilman sudah menjadi ajang aji mumpung. Jurnalisme sudah tak beda dengan koran kuning. Tak ada lagi yang mengetahui bahwa kita sedang berlari.

Mereka bilang kami sudah lupa bahwa kekayaan yang kini kami miliki dibangun di atas penderitaan dan kematian. Pekerjaan yang layak, tanah yang dapat dihuni, dan pendidikan yang dapat dikecap itu semua berasal dari tangan-tangan yang berlumuran dan dan raga yang berpeluhkan darah.

Mereka bilang kami tinggal tunggu tanggal mainnya.

TIDAK. ITU TIDAK BENAR.

Kami juga sedang berjuang, dengan perangkat lunak bebas. Bukan melawan kedigjayaan sebuah korporasi. Bukan melawan komesialisasi dan kapitalisasi. Bahkan, ini bukan ego kami untuk diremehkan.

Kami berjuang untuk melawan sebuah pemikiran bahwa bangsa ini tidak mampu menghasilkan sesuatu. Kami berjuang untuk pembuktian bahwa bangsa ini juga mampu.

Comments

Popular Posts